Ya Allah, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat

Kalimat diatas adalah kalimat Nabi Isa AS yang diucapkan saat dia disalib berdasarkan kitab Injil Perjanjian Baru. Mamie masih ingat, dan memang banyak2 hal yang masih berbekas dalam ingatan tentang ajaran-ajaran yang dulu mamie terima selama masih menganut agama Katolik.

Setelah berkeputusan untuk hijrah ke agama yang menurut diriku pribadi adalah yang paling bisa mamie terima dan membuat mamie nyaman, mamie telah berkeputusan bahwa mamie tidak akan seperti orang-orang lain yang setelah berpindah keyakinan, kesempatan untuk menjelek-jelekan keyakinan sebelumnya dibuka lebar di depan umum.
Alasannya sederhana, ini masalah keyakinan, masalah didalam diri dan apapun yang terjadi adalah mamie yakin sudah merupakan kehendakNya. Bagaimana mamie bisa berpikir dan menganalisa dan menerima hingga merasa cocok dengan melaksanakan syariat Islam seperti saat ini.

Sebagai manusia, pastilah mamie juga pernah khilaf dan itulah kelemahan kita sebagai manusia.
Ada kejadian dimana seorang teman, yang menurut mamie adalah teman yang baik, sopan dan sangat dewasa tiba-tiba “menyerang” pada tempat yang tidak “wise” menurut mamie.
Entahlah maksud dan tujuannya untuk apa, tetapi sebagai manusia biasa, mamie juga bisa emosi, tidak terima, marah, dan berusaha menyerang balik.

Serasa dada ini sesak, seperti ada yang membatu di dada, ingin mendesak keluar sebagai sikap antipati dari keadaan yang terjadi.
Sangat tidak mengenakkan…

Tetapi, entah bagaimana tiba-tiba mamie mengingat kalimat diatas.
“Ya Allah, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”
Kalimat itu akhirnya berulang-ulang mamie ucapkan dalam hati, dan Alhamdulillah.. segala puji bagi Allah, perasaan sesak tadi berubah menjadi kelegaan yang menenangkan.

Tidak salah jika orangtua pernah berkata, memaafkan sangat bermanfaat untuk diri kita sendiri.
Hanya saja keegoisan kita, ingin dikatakan sebagai pihak yang benar, dan ingin menunjukkan kenyataan sebenarnya yang membuat kita menjadi lupa, bahwa apa pun yang terjadi pada kenyataan itu adalah seizin Allah. Sebagai mahluk berakal, kita cuma diharuskan memilih dari hasil proses berpikir.

Nah, tinggal kita memilih juga yang mana yang bermanfaat untuk diri kita, memaafkan ataukah “ngotot” menyerang balik orang lain yang telah membuat kita sakit hati. 🙂

The choice is mine, and also yours

Makassar Tidak Kasar

Banyak persepsi yang timbul begitu mendengar tentang gerakan “Makassar Tidak Kasar”, yang digagas oleh Aan Masyur, yang bukan orang Makassar tetapi cinta Makassar.

“Media itu yang terlalu melebih-lebihkan”, “Mahasiswa itu yang nda ada kerjaan”, dsb yang kebanyakan berkesan negatif tentang keadaan yang sudah terjadi.

Mungkin, bagi pribadi saya mungkin memilih kata sendiri untuk gerakan ini
Makassar is beautiful, Makassar Menyenangkan, Makassar Menggiurkan, dan beberapa pilihan kata yang terlintas dari pikiran.

Sangat wajar jika banyak persepsi yang negatif timbul dari pilihan slogan yang mengandung kata TIDAK. karena secara tidak langsung mengarahkan kita untuk berpikir mengcounter pernyataan tersebut, atau membenarkan dengan pernyataan yang cenderung negatif juga

Tetapi bukan itu cuma sekilas dari apa yang saya pikirkan tentang pilihan kata pada slogan tersebut.

Esensinya sangat berarti buat saya pribadi, selama ini memang Makassar dikenal dengan kota yang penuh dengan tawuran, serangan kepada kaum minoritas (baca: ganyang), demo yang anarkis dan lain lain yang membuat orang bisa berpikir untuk menjauh dari kota ini.

Saya pribadi dari golongan minoritas merasakan “ketakutan” tersebut sewaktu masih kecil. Selama tinggal di Makassar sejak lahir mungkin tercatat ada 3x peristiwa pengganyangan besar-besaran terhadap warga keturunan. Saat itu saya trauma, dan sadar bahwa tempat ini bukan tempat yang menyenangkan. Bahkan beberapa teman sudah memutuskan untuk tidak akan kembali ke kota ini.

Namun, setelah saya benar-benar “membaur”, bergaul dengan warga Makassar bahkan menikah dengan orang Makassar asli saya merasakan hal yang berbeda.

Ketakutan itu sebenarnya karena saya tidak “mengenal” dengan baik Makassar dan orang-orang yang tinggal di kota ini.

Bagai 2 sisi mata uang, ada baik ada buruk dan itu hal yang wajar. Tidak akan ada tempat yang benar-benar nyaman di dunia ini. Makassar pun demikian, punya kekurangan dan punya kelebihan.
Hal dimana saya melihat kekurangan itu lebih dominan ketika saya sebagai kaum minoritas dan memisahkan diri dari masyarakat lokal. Dan itulah yang terjadi sekarang, orang-orang dari luar Makassar pasti berpikiran seperti saya ketika masih kecil.
Dan sekarang adalah tugas kita bagaimana caranya agar mereka bisa merubah pandangan terhadap Makassar dengan kelebihan-kelebihan yang kita miliki dan masih belum nampak.

Gerakan Makassar Tidak Kasar adalah solusi, dimana diharapkan gerakan ini memacu motivasi, kreatifitas kaum muda Makassar untuk bisa dikenal lebih dekat lagi sehingga akan dicintai dengan menyajikan kelebihan-kelebihan yang selama ini memang sudah ada namun tidak nampak oleh orang orang diluar Makassar.
Kelebihan yang membuat saya merasa betah dan nyaman berada di kota Makassar dan bersama dengan orang-orang Makassar.

Ewako!

Expected the unExpected

Agak susah mamie memaknai judul di atas, tetapi intinya mungkin bahwa kita harus selalu siap dengan kondisi seburuk apapun yang bisa terjadi dalam kehidupan kita.

Baru-baru ini mamie sedikit terguncang karena hal tersebut.
Seorang teman yang selama ini menurut mamie sangat “perfect” sebagai teman, berteman dengan hati tanpa tendensi apa apa

Tetapi rupanya apa yang disampaikan saat itu membuat mamie berpikir, orang bisa saja berubah oleh keadaan. Dia berubah karena ekspektasi terhadap sesuatu

Dan intinya kita harus sadari bahwa hal yang sama dapat saja terjadi pada diri kita. Dengan begitu kita akan berusaha mengerti, memahami mengapa dia bisa berubah.

Tidak salah jika berkenaan dengan niat, kadang orang-orang berbicara

YANG PENTING NIAT

tetapi rupanya niat dari awal tidak cukup, niat juga perlu dijaga pada saat proses dan sampai akhir

Jika sudah begitu insya Allah kita bisa berada dalam koridor awal yang telah kita putuskan sebelumnya.

Terus, jika itu perubahan itu terjadi pada orang selain dari kita, be realistic… people is changed
Oleh karena itu kita harus menjaga persepsi, tetap lurus dan tidak berlebihan dalam menilai karakter seseorang, karena setiap manusia punya dua sisi dalam hidup. BAIK dan BURUK
dan yang bisa memilih itu adalah kita sendiri.

>Pulanglah Adikku

>Sudah beberapa minggu Dia, yang sudah kuanggap adik sendiri datang ke Makassar meninggalkan kota tempat dia, suami dan anak-anaknya tinggal.
Walaupun agak pribadi keluhannya, tapi mamie merasa penting untuk mencatat ini sebagai suatu hal yang mungkin nantinya bisa mengingatkan kita-kita sekalian.
Dikarenakan masih tinggal bersama mertua dan suami yang kerja serabutan, Dia merasa tidak cukup. Semuanya serba kekurangan. Dia selalu kuatir akan bagaimana hidupnya kelak, gimana sekolah anak-anak, gimana makan dan sandang dan sebagainya yang membuat dirinya merasa harus berbuat sesuatu.

Walaupun sebenarnya dia punya keahlian yaitu menjahit, itupun tak cukup dirasanya untuk bisa menghidupinya. Akhirnya dengan minta bantuan saudara-saudaranya di makassar, dia berharap bisa kemari dan mencari penghidupan baru. Dengan alasan yang dibuat agar suami percaya maka berangkatlah Dia ke Makassar dengan biaya yang merupakan hasil patungan dari saudara2nya.

Saat itu memang Dia sudah tidak bisa menahan lagi tekanan yang menurutnya sangat membuat dia sedih, berpikir tentang apa yang akan terjadi pada hidupnya kemudian. Tetapi ini mungkin saja proses yang harus dilalui untuk bisa menyadari. Kadang saat kita memiliki sesuatu kita jarang menyadarinya sampai barang/orang tersebut sudah tidak ada lagi.

Demikian yang dirasakan Dia, niat untuk bisa bekerja di makassar tak kesampaian juga, dikarenakan merasa bersalah telah membohongi suaminya dan meninggalkan seorang anaknya disana. Suatu hal yang memang harusnya jadi pelajaran untuk kita semua, bahwa restu itu penting untuk melaksanakan niat kita. Restu yang sebenarnya melepaskan diri kita dari rasa bersalah dan tidak mendapat dukungan. Alhasil Dia melalui hari-harinya dengan tanpa ada sesuatu yang dikerjakan yang berhubungan dengan niatan awalnya. Malahan cenderung resah merasa terombang ambing diantara pilihan antara menetap dan tidak.

Akhirnya dengan keadaan tak menentu, Dia menjadi labil, bingung dengan apa yang harus dia lakukan.
Setelah bermusyawarah dengan suami, saya akhirnya berbicara kepada Dia. Yang namanya pernikahan adalah mustahil jika tidak terdapat hal yang tidak sesuai dengan keinginan.
Tetapi pernahkah kita sadar bahwa setiap benturan, goncangan itu akan membuat kita lebih dewasa dan lebih bisa memahami, menerima arti hidup?

Kadang banyak orang yang gagal dan hampir gagal dalam menjalankan kehidupan perkawinan dengan alasan, saya tidak cocok lagi, atau semuanya tidak sesuai dengan keinginan saya lagi

Tapi layaknya intan, untuk memperoleh intan yang bersinar, haruslah diamplas hingga sinarnya bercahaya dan bernilai mahal
kira-kira seperti itulah kita hidup dan belajar dengan orang-orang disekitar kita termasuk kepada pasangan kita

Pulang lah adikku,
Jangan lari dari keadaan yang akan membuat diri kita menjadi intan yang bisa memberikan cahaya bagi orang-orang disekitar kita.